7 Larangan di Bulan Suro Menurut Orang Jawa dan Pandangan Islam

10 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Larangan di bulan Suro sering menjadi topik hangat dalam budaya Jawa, dipercaya membawa keselamatan jika dijauhi. Namun, sebagian besar anggapan ini berdasarkan bukan bagian dari ajaran Islam.

Menurut penelitian Masrukin Maghfur & Ahmad Hafid Safrudin dalam “Larangan Menikah di Bulan Suro Perspektif Hukum Adat dan Islam” (2023), larangan ini merupakan bagian dari adat lokal, bukan instruksi syariat. Umat Islam sebenarnya diperbolehkan melakukan kegiatan halal apa saja di bulan Muharram selama sesuai hukum dan niat baik.

Di sisi Jawa, bulan Suro dianggap sakral dan penuh energi spiritual—sehingga berbagai larangan budaya diawasi ketat oleh masyarakat adat. Namun, penting dipahami bahwa larangan budaya ini murni lokal dan bisa dibedakan dari ajaran Islam.

Berikut Liputan6.com ulas lengkapnya, Rabu (25/6/2025).

Satu Muharam atau satu suro menjadi momen yang dianggap sakral. di momen ini, banyak warga yang berdoa memohon berkah demi pencapaian tujuan tertentu.

1. Larangan menikah

Masyarakat Jawa percaya menikah pada bulan Suro akan membawa sial dan konflik dalam rumah tangga. Studi di Desa Sukomarto dan Tuban menunjukkan bahwa kepercayaan ini sangat kuat, walau bukan larangan dalam Islam, dilansir dari journal.amorfati.id.

Menurut jurnal “Larangan Menikah di Bulan Suro Perspektif Hukum Adat Jawa dan Hukum Islam” oleh Masrukin Maghfur & Ahmad Hafid Safrudin (2023), kepercayaan ini muncul dari tradisi leluhur dan dianggap bagian dari nilai budaya lokal

2. Larangan khitan (sunat)

Di beberapa daerah Jawa, khitan pada bulan Suro dihindari karena diyakini memperburuk kesehatan anak atau mengundang kesialan. Masyarakat percaya bayi akan mengalami penyakit atau gangguan spiritual jika khitan di bulan ini.

Kajian etnografi tradisi Suroan di Jatirejo menyebut pelarangan ini berlaku lintas status sosial, menyoroti perasaan hormat dan rasa takut terhadap bulan suci, dilansir dari ejurnal-unisap.ac.id.

3. Larangan pindah rumah / boyongan

Perpindahan tempat tinggal selama Suro dihindari karena masyarakat percaya perubahan lingkungan mendatangkan gelisah atau energi negatif. Penelitian di Sukomarto menegaskan larangan boyongan bersamaan dengan khitan dan pernikahan.

Buku Islam dan Kebudayaan Jawa menyebut bulan Suro sebagai waktu refleksi dan ritual khusus, sehingga aktivitas besar seperti pindah rumah dianggap tidak pantas dilakukan, dilansir dari ojs.ejournalunigoro.com.

4. Larangan bangun rumah

Pembangunan rumah baru di bulan Suro dianggap mengganggu energi suci bulan tersebut. Larangan di bulan Suro ini sangat melekat di desa-desa tradisional, seperti di Sukomarto.

Pendekatan budaya Jawa menunjukkan, bangunan baru pada bulan suci bisa membawa kesialan dan penurunan keberuntungan keluarga selama setahun ke depan.

5. Larangan tujuh bulanan / tingkeban

Tradisi tujuh bulanan dianggap rentan jika dilaksanakan saat bulan Suro. Penelitian di Sukomarto menyatakan hajatan ini dihindari karena dikhawatirkan menimbulkan gangguan spiritual pada bayi dan ibu hamil.

Jurnal “Tradisi Suroan dan Pengaruhnya Terhadap Keberagamaan” (Rahmawati et al., 2020) menyebut bulan ini digunakan untuk kontemplasi spiritual, bukan untuk kegiatan besar keluarga

6. Larangan bepergian jauh

Masyarakat percaya perjalanan jauh saat Suro meningkatkan risiko kecelakaan dan gangguan halus. Larangan di bulan Suro ini terkait dengan mitos Satu Suro malam awal tahun Jawa

Melansir dari aksiologi.org, memperkuat pandangan ini: malam satu Suro identik dengan kesunyian dan jangan keluar rumah.

7. Larangan melakukan hajatan umum (pesta/gotong royong besar)

Hajatan seperti sunatan massal, selamatan desa, atau hiburan seni dihindari dalam Suro karena diyakini mengganggu keberkahan dan memancing marabahaya.

Masih melansir dari aksiologi.org, bulan Suro dicirikan suasana khidmat dan bersih, bukan pesta; ritual budaya menjunjung nilai kesucian.

Pandangan Islam tentang Bulan Suro (Muharram)

Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram dalam Islam—bulan yang dimuliakan, bukan ditakuti. Allah SWT berfirman dalam QS. At-Taubah: 36 bahwa bulan haram termasuk Muharram, dan muslim dianjurkan untuk menjaga diri dari melakukan kezaliman, bukan menghindar aktivitas ibadah atau hajatan, dilansir dari jurnal.permapendis-sumut.org.

"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa." (QS. At-Taubah: 36)

Menurut jurnal “Pantangan Melakukan Perkawinan pada Bulan Suro di Masyarakat Adat Jawa Perspektif Hukum Islam” (Masrukin Maghfur & Ahmad Hafid Safrudin, 2023), ajaran Islam tidak melarang pernikahan, khitan, pindah rumah, atau hajatan lainnya yang menjadi larangan di bulan Suro bagi orang Jawa, selama itu niat baik dan sesuai syariat. Kepercayaan Jawa lokal disebut sebagai urf (adat) yang tidak harus diikuti jika bertentangan syariat.

Melansir dari journal.laaroiba.com, kajian oleh Zulpahmi Lubis dkk. (2023) dalam As-Syar’i menunjukkan bahwa masyarakat desa Jati Mulyo tetap percaya larangan Suro meski ulama setempat memperbolehkannya, menekankan bahwa ini adalah thiyarah (takhayul) dan bukan bagian dari syariah. Islam justru menganjurkan melakukan kebaikan di bulan haram.

Maka bisa dipahami, Islam melihat bulan Muharram atau orang Jawa menyebutnya Suro sebagai waktu mulia untuk meningkatkan ibadah—puasa, sedekah, dan mempererat hubungan sosial—bukan untuk menahan diri dari aktivitas yang halal. 

FAQ

Apakah Islam melarang menikah di bulan Muharram?

Tidak—Islam membolehkan menikah kapan saja, termasuk bulan haram, asalkan syarat terpenuhi.

Mengapa orang Jawa takut melakukan hajatan di Suro?

Karena kepercayaan tahunan bahwa aktivitas besar bisa mengundang malapetaka, sebagai bentuk hormat pada bulan suci.

Apakah larangan sunat dan pindah rumah di bulan Suro bersifat agama?

Tidak, ini hanya adat lokal (urf) dan tidak memiliki dasar al-Qur’an atau hadits.

Bolehkah bepergian saat malam 1 Suro?

Secara Islam diperbolehkan, tapi masyarakat Jawa sering menghindarinya karena mitos tentang roh halus.

Apa dasar Quran yang terkait larangan di bulan Suro?

QS. At-Taubah:36 menegaskan bahwa Muhammad menjadikan bulan haram seperti Muharram suci, tapi tanpa melarang aktivitas halal.

Jika saya menikah di Suro, apakah akan kena sial?

Dari sisi Islam tidak—takhayul lokal mungkin menimbulkan stigma sosial, tapi bukan dari agama.

Bagaimana menyikapi tradisi Suro agar tidak bertentangan syariah?

Pahami mana yang adat (boleh ditinggalkan) dan mana yang syariah, konsultasi dengan ulama setempat membantu memastikan tindakan Anda sesuai Islam.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|