Bulan Suro adalah Bulan Pertama dalam Kalender Jawa, Ini Penjelasannya

5 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta Bulan Suro adalah bulan pertama dalam kalender Jawa, yang bertepatan dengan bulan Muharram dalam kalender Hijriyah. Nama "Suro" berasal dari kata Arab "Asyura," yang berarti hari kesepuluh Muharram. Bulan ini memiliki makna sakral dalam tradisi Jawa, mencerminkan perpaduan budaya lokal dan pengaruh Islam.

Sultan Agung Hanyokrokusumo, raja Mataram Islam, pada tahun 1633 Masehi, memadukan kalender Saka (Hindu) dengan kalender Hijriyah, dan menetapkan 1 Suro sebagai tahun baru Jawa. Penetapan ini menjadi dasar perayaan dan tradisi yang dilakukan masyarakat Jawa hingga kini. Lalu, apa saja tradisi dan ritual yang dilakukan selama bulan Suro?

Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai sejarah, makna, dan tradisi yang berkaitan dengan Bulan Suro. Tujuannya untuk memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana bulan ini dirayakan dan dihormati dalam budaya Jawa.

Sejarah dan Makna Bulan Suro

Bulan Suro memiliki akar sejarah yang panjang, berasal dari akulturasi budaya Hindu-Jawa dan Islam. Sultan Agung, yang berupaya menyatukan kalender Saka dan Hijriyah, menetapkan 1 Suro sebagai awal tahun Jawa. Langkah ini tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga memiliki implikasi budaya dan spiritual yang mendalam.

Dalam tradisi Jawa, bulan Suro menjadi waktu untuk introspeksi diri, memperkuat ikatan sosial, dan meneguhkan identitas budaya. Masyarakat Jawa meyakini bahwa pada bulan ini, energi spiritual mencapai puncaknya, membuka pintu keberkahan dan petunjuk ilahi. Oleh karena itu, berbagai ritual dan upacara adat dilakukan untuk memohon keselamatan dan keberkahan.

Malam 1 Suro, khususnya, dianggap sebagai malam keramat dan dirayakan dengan berbagai tradisi dan ritual yang berbeda di berbagai daerah di Jawa. Perayaan ini menjadi wujud penghormatan terhadap leluhur dan upaya mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Lalu, apa saja tradisi dan ritual yang biasa dilakukan saat bulan Suro?

Tradisi dan Ritual Bulan Suro

Tradisi dan ritual yang dilakukan selama bulan Suro sangat beragam, mencerminkan kekayaan budaya dan kepercayaan masyarakat Jawa. Beberapa tradisi yang umum dilakukan antara lain mengenang leluhur, mencari keselarasan antara alam gaib dan manusia, serta berbagai upacara adat seperti kirab pusaka, tapa bisu, dan jamasan pusaka.

Kirab pusaka merupakan salah satu tradisi yang paling dikenal, di mana benda-benda pusaka kerajaan atau daerah diarak keliling sebagai simbol penghormatan dan penyucian. Tapa bisu, yaitu ritual diam atau tidak berbicara, dilakukan sebagai bentuk introspeksi diri dan pengendalian diri. Jamasan pusaka, yaitu ritual membersihkan benda-benda pusaka, dilakukan untuk menjaga kesucian dan kekuatan spiritualnya.

Selain itu, ada pula berbagai pantangan dan larangan yang dipercaya oleh sebagian masyarakat Jawa selama bulan Suro. Contohnya, larangan keluar rumah tanpa keperluan mendesak, menunda pernikahan, dan menghindari kegiatan hajatan besar. Meskipun sering dikaitkan dengan hal-hal mistis, Bulan Suro juga dimaknai sebagai waktu untuk penyucian dan permohonan keselamatan.

Makanan Khas Malam 1 Suro

Selain tradisi dan ritual, Malam 1 Suro juga identik dengan berbagai sajian makanan khas yang memiliki makna filosofis tersendiri. Makanan-makanan ini tidak hanya lezat, tetapi juga menjadi simbol keberkahan dan harapan untuk tahun yang akan datang. Salah satu makanan yang paling umum ditemukan adalah bubur Suro.

Bubur Suro adalah hidangan utama yang menjadi simbol dalam perayaan Malam 1 Suro. Bubur ini biasanya terbuat dari beras yang dimasak dengan santan dan berbagai rempah-rempah, serta disajikan dengan berbagai lauk pauk seperti abon, telur, dan sayuran. Setiap bahan yang digunakan dalam bubur Suro memiliki makna simbolis yang mendalam, seperti harapan untuk keberkahan, keselamatan, dan kesejahteraan.

Selain bubur Suro, ada pula berbagai makanan khas lainnya yang dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Contohnya, beberapa daerah menyajikan tumpeng, yaitu nasi berbentuk kerucut yang disajikan dengan berbagai lauk pauk sebagai simbol rasa syukur dan permohonan kepada Tuhan. Makanan-makanan ini menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Malam 1 Suro, melengkapi tradisi dan ritual yang dilakukan.

Pertanyaan Umum Seputar Bulan Suro

1. Apa itu Bulan Suro?

Bulan Suro adalah bulan pertama dalam kalender Jawa yang bertepatan dengan bulan Muharram dalam kalender Hijriah.

2. Mengapa Bulan Suro dianggap sakral oleh masyarakat Jawa?

Karena diyakini sebagai waktu untuk introspeksi, membersihkan diri secara spiritual, dan menghormati leluhur.

3. Apa saja tradisi khas yang dilakukan saat Bulan Suro?

Beberapa tradisi meliputi tirakatan, topo bisu, mandi kembang, hingga ziarah ke makam leluhur atau tokoh penting.

4. Apakah ada larangan tertentu selama Bulan Suro?

Ya, sebagian masyarakat menghindari pesta, pernikahan, dan kegiatan meriah karena dianggap kurang pantas dalam suasana yang khusyuk.

5. Apa makna filosofis dari Bulan Suro bagi orang Jawa?

Bulan Suro dimaknai sebagai waktu permulaan baru yang penuh keheningan dan perenungan untuk menjaga keseimbangan batin dan kehidupan.    

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|