Pemuda Pengangguran Bayar Perusahaan Palsu demi Pura-Pura Kerja, Jadi Tren Baru

20 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta Fenomena unik sedang terjadi di China, di mana para pemuda pengangguran rela membayar untuk berpura-pura bekerja di kantor palsu, dilansir Liputan6.com dari Odditycentral, Selasa (10/6/2025).

Mereka datang ke "perusahaan" tersebut setiap hari, duduk di meja kerja, menggunakan Wi-Fi gratis, bahkan makan siang layaknya pegawai sungguhan, padahal tak ada gaji atau pekerjaan nyata.

Dengan membayar antara 30 hingga 50 yuan per hari (sekitar Rp 60–110 ribu), para "karyawan pura-pura" ini mendapatkan pengalaman bekerja dalam suasana kantor yang lengkap. Beberapa bahkan membayar lebih untuk mendapatkan tugas fiktif, bos palsu, hingga drama kantor yang direkayasa agar terasa realistis.

Tren ini berkembang pesat karena tingginya angka pengangguran di kalangan anak muda China. Banyak dari mereka mencari cara untuk mengisi waktu, merasakan rutinitas kerja, atau sekadar ingin keluar rumah tanpa harus menghabiskan uang di kafe. Ruang kantor kosong yang murah di kota besar seperti Beijing turut mendorong maraknya fenomena ini.

Meski terdengar aneh bagi sebagian besar orang, tren "pura-pura kerja" ini menjadi bukti bagaimana budaya kerja di China memiliki dinamika tersendiri. Bagi sebagian, ini adalah pelarian dari tekanan sosial. Bagi yang lain, ini mungkin adalah langkah kecil menuju peluang kerja yang nyata.

Wali Kota Cirebon Robinsar melarang pendatang yang tidak memiliki keahlian memasuki wilayahnya. Hal tersebut dikarenakan masih banyak pengangguran di kota Cilegon.

Mengapa Pemuda China Rela Bayar untuk Pura-Pura Kerja?

Alasan di balik tren ini tidak sesederhana kelihatannya. Bagi sebagian orang, pura-pura kerja adalah bentuk hiburan atau pelarian dari rasa bosan di rumah. Beberapa lainnya memanfaatkan tempat ini untuk merasa tetap produktif meski sedang tidak bekerja.

Lingkungan kantor yang kondusif, dengan Wi-Fi gratis, meja kerja, dan suasana seperti perusahaan asli, membuat mereka merasa "berguna" dalam masyarakat.

Ada pula yang berharap bahwa dengan berada di lingkungan semu ini, mereka bisa menumbuhkan kebiasaan kerja, meningkatkan kepercayaan diri, atau bahkan membangun koneksi untuk pekerjaan sungguhan.

Dalam budaya yang sangat menghargai rutinitas dan pencapaian, pura-pura sibuk bisa jadi terasa lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa.

Dunia Kantor Palsu: Tugas Fiktif dan Bos Rekayasa

Perusahaan pura-pura kerja ini tidak main-main. Mereka menyediakan semua elemen kantor profesional, mulai dari meja dan komputer, hingga "atasan" yang memberikan tugas fiktif. Klien bahkan bisa membayar lebih untuk mengalami rapat pura-pura, deadline palsu, hingga konflik antar-karyawan yang sudah direkayasa.

Bagi sebagian orang, sensasi berada dalam simulasi kerja ini memberikan perasaan normalitas. Mereka bisa merasakan dinamika sosial dan struktur perusahaan tanpa tekanan nyata. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh budaya kerja di China, di mana status dan rutinitas kerja menjadi bagian besar dari identitas seseorang.

Pengangguran, Tekanan Sosial, dan Ruang Alternatif

Melansir Odditycentral, data menunjukkan bahwa tingkat pengangguran pemuda China usia 16–24 tahun mencapai 16,5% pada Maret lalu. Dengan jumlah itu, banyak anak muda merasa kehilangan arah atau tertekan oleh ekspektasi sosial.

Ruang kerja palsu menjadi alternatif murah untuk tetap 'terlihat sibuk' di mata keluarga dan masyarakat. Selain lebih murah daripada nongkrong di kafe, tempat-tempat ini juga memberikan kenyamanan dan struktur yang sulit ditemukan saat menganggur.

Ini mencerminkan keresahan kolektif generasi muda di China yang harus menghadapi persaingan ketat, ekspektasi tinggi, dan minimnya peluang kerja yang stabil.

Sementara itu jumlah pengangguran di Indonesia juga mengalami kenaikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah pengangguran pada Februari 2025 mencapai 7,28 juta jiwa. Angka ini menunjukkan kenaikan sekitar 83 ribu orang atau 1,11 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Februari 2024, yang mencatatkan jumlah pengangguran sebesar 7,20 juta orang.

"Dibandingkan dengan Februari 2024, per Februari 2025 jumlah orang yang menganggur meningkat sebanyak sekitar 0,08 juta orang atau sekitar 83 ribu orang yang naik kira-kira 1,11 persen," kata Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti pada Senin (5/5/2025).

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|