Tak Cuma di Indonesia, Antropolog UGM Ungkap Masuk Angin Juga Ada di Negara Lain

6 hours ago 5

Liputan6.com, Jakarta Masuk angin merupakan istilah yang sangat familiar di telinga masyarakat Indonesia. Kondisi ini seringkali diartikan sebagai kumpulan gejala tidak enak badan seperti meriang, pegal-pegal, perut kembung, hingga pusing. 

Meskipun secara medis tidak diakui sebagai penyakit spesifik, fenomena "masuk angin" ini begitu melekat dalam budaya Indonesia. Orang yang masuk angin biasanya merasakan tidak enak badan seperti meriang, pusing, hingga pegal-pegal.

Tapi tahukah kamu, kalau konsep serupa "masuk angin" juga dikenal di berbagai belahan dunia, lho? Tentunya, dengan nama dan cara pengobatan yang berbeda-beda pula. Fenomena budaya masuk angin ini dibahas oleh  Prof. Dr. Atik Triratnawati, M.A. dalam pidato pengukuhannya sebagai  Guru Besar Antropologi Kesehatan dari Universitas Gadjah Mada pada Selasa (10/6/2025).

Seperti apa fenomena masuk angin dalam berbagai budaya di belahan dunia? berikut penjelasannya, yang berhasil Liputan6.com rangkum, Selasa (17/6/2025).

Masuk angin sejatinya merupakan gejala awal dari penyakit pernapasan dan pencernaan.

Fenomena Masuk Angin

Masuk angin adalah sebuah fenomena budaya yang unik di Indonesia. Atik Triratnawati, yang kini merupakan Guru Besar Antropologi Kesehatan dari Universitas Gadjah Mada, menjelaskan bahwa masuk angin lebih dari sekadar penyakit.

Atik menyebut, masuk angin adalah pengalaman subjektif seseorang terhadap rasa sakit yang dipengaruhi oleh budaya. Masyarakat Jawa memaknai masuk angin sebagai kondisi tidak enak badan dengan gejala seperti pusing, meriang, pegal, mual, panas dingin, dan kembung.

  • Karakteristik utama dari masuk angin adalah pengobatannya yang beragam dan tradisional. Masyarakat Indonesia memiliki berbagai cara untuk mengatasi gejala masuk angin, mulai dari kerokan, pijat, hingga minum jamu. 
  • Pengobatan ini bukan hanya sekadar upaya meredakan gejala fisik, tetapi juga bagian dari ritual dan kepercayaan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Istilah "masuk angin" telah menyebar ke berbagai etnis di Indonesia, seperti Sunda, Melayu, dan Anak Dalam, dengan variasi pengobatan yang berbeda-beda.
  • Uniknya, masuk angin seringkali menjadi alasan yang diterima secara sosial untuk menghindari aktivitas sehari-hari. Seseorang yang mengaku "masuk angin" biasanya akan dimaklumi jika tidak bisa masuk sekolah, kerja, atau bahkan sekadar menghadiri acara arisan. Hal ini menunjukkan bahwa masuk angin bukan hanya sekadar kondisi fisik, tetapi juga memiliki dimensi sosial dan budaya yang kuat dalam masyarakat Indonesia.

"Saat ini kata “masuk angin” tidak hanya dipakai dalam konteks gangguan kesehatan saja melainkan telah meluas ke bidang politik dan ekonomi," jelas Atik dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Antropologi Kesehatan dari Universitas Gadjah Mada pada Selasa (10/6/2025). 

Atik menjelaskan bahwa nama ilmiah masuk angin adalah borborygmi yang berarti sakit perut, kembung karena kemasukan. Borborygmi juga dikenal sebagai bowel sounds atau suara perut. Borborygmi kemudian diserap dalam Bahasa Inggris.

Masuk Angin dalam Budaya Jawa

  • Dalam budaya Jawa, "masuk angin" memiliki akar yang kuat dan telah dikenal sejak lama. Istilah ini berasal dari bahasa Jawa, yaitu "mangsroek" (masuk) dan "angin" (angin), yang kemudian digabungkan menjadi "masuk angin". 
  • Kondisi ini diartikan sebagai rasa tidak nyaman di badan, seperti pusing, meriang, pegal, mual, panas, dingin, dan kembung. Meskipun tidak ada catatan pasti kapan istilah ini mulai digunakan, masuk angin telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa.
  • Pengobatan masuk angin dalam budaya Jawa sangat beragam, mencerminkan kekayaan tradisi dan pengetahuan lokal. Beberapa metode pengobatan yang umum dilakukan antara lain kerokan, pijat, minum jamu, dan mengonsumsi minuman hangat yang mengandung rempah-rempah seperti jahe dan kayu manis. Tujuan dari pengobatan ini adalah untuk mengeluarkan "angin" dari tubuh, meredakan rasa sakit, dan mengembalikan keseimbangan energi dalam tubuh.

"Masuk angin dianggap sebagai illness. Disease, sickness dan illness menjadi pembeda dalam mengklasifikasikan suatu penyakit. Masuk angin adalah illness karena masuk angin dikategorikan sebagai penyakit oleh masyarakat Jawa," ujar Atik. 

  • Atik menjelaskan, illness juga merupakan suatu kategori yang berbeda pandangan dengan pihak medis. Dalam illness, penyakit dititikberatkan/dideskripsikan oleh pengalaman penderitanya yang dipengaruhi oleh akar budayanya.
  • Lebih dari sekadar pengobatan fisik, masuk angin dalam budaya Jawa juga memiliki dimensi sosial dan spiritual. Seseorang yang "masuk angin" biasanya akan mendapatkan perhatian dan perawatan dari keluarga dan teman-teman. Selain itu, beberapa orang juga percaya bahwa masuk angin dapat disebabkan oleh gangguan makhluk halus atau energi negatif, sehingga pengobatannya melibatkan ritual dan doa-doa tertentu.

Masuk Angin dalam Budaya Eropa dan Amerika

  • Meskipun istilah "masuk angin" tidak dikenal secara harfiah di Eropa, terdapat kondisi serupa yang memiliki gejala dan pengobatan yang mirip. Di Perancis, misalnya, gejala masuk angin dikenal dengan istilah "prendre froid", yang berarti "terkena dingin". Masyarakat Perancis percaya bahwa minum anggur (du vin) dapat membantu menyembuhkan gejala tersebut, serta meredakan flu dan meningkatkan metabolisme tubuh.
  • Sementara itu, di Amerika Serikat, masyarakat sering mengonsumsi sup ayam merah panas atau sup bawang putih untuk mengatasi influenza, yang gejalanya dianggap mirip dengan masuk angin. Sup ayam dipercaya memiliki khasiat untuk meredakan peradangan dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh, sementara bawang putih dikenal sebagai antibiotik alami yang dapat melawan infeksi.
  • Perbedaan utama antara konsep "masuk angin" di Indonesia dan kondisi serupa di Eropa terletak pada penekanannya. Di Indonesia, masuk angin lebih fokus pada gejala tidak enak badan secara umum, sementara di Eropa, perhatian lebih tertuju pada penyebab spesifik gejala tersebut, seperti infeksi virus atau bakteri. Meskipun demikian, kedua budaya sama-sama memiliki cara tradisional untuk meredakan gejala dan meningkatkan kesehatan tubuh.

Masuk Angin di Negara Asia Timur

  • Di negara-negara Asia Timur seperti Tiongkok, konsep yang mirip dengan "masuk angin" juga dikenal dalam pengobatan tradisional. Dalam pengobatan tradisional Tiongkok, kondisi ini disebut sebagai "hang feng", yang berarti "terserang angin". Pengobatan "hang feng" biasanya melibatkan penggunaan ramuan tanaman herbal dan akupunktur untuk mengembalikan keseimbangan energi dalam tubuh.
  • Salah satu metode pengobatan yang populer di Tiongkok adalah "gua sha", yaitu menggosok tubuh dengan batu giok atau tanduk untuk menghilangkan racun (toksin). Metode ini mirip dengan kerokan yang dikenal di Indonesia, dan dipercaya dapat melancarkan peredaran darah dan meredakan ketegangan otot. 
  • Selain itu, masyarakat Asia Timur juga sering mengonsumsi minuman hangat yang mengandung jahe, ginseng, atau rempah-rempah lainnya untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan meredakan gejala "masuk angin".
  • Perbedaan antara konsep "masuk angin" di Indonesia dan "hang feng" di Asia Timur terletak pada pendekatan pengobatannya. Di Indonesia, pengobatan lebih fokus pada meredakan gejala secara langsung, sementara di Asia Timur, pengobatan lebih holistik dan bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan energi dalam tubuh secara keseluruhan.

Masuk Angin di Asia Tenggara

  • Di negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Vietnam, Kamboja, dan Thailand, konsep yang mirip dengan "masuk angin" juga dikenal dengan nama dan cara pengobatan yang berbeda-beda. Di Vietnam, pengobatan masuk angin dikenal sebagai "cao gio", sementara di Kamboja disebut "goh kyol", yang keduanya berarti "menggosok angin". Metode pengobatan ini mirip dengan kerokan di Indonesia, yaitu menggosok kulit dengan benda tumpul untuk mengeluarkan "angin" dari tubuh.
  • Di Thailand, masyarakat menyebut masuk angin sebagai "khaj wad". Cara penyembuhannya bervariasi, mulai dari pengobatan tradisional dengan mengonsumsi makanan seperti cecak, lele, atau tumbuhan yang dicampur madu, hingga pengobatan modern dengan menggunakan obat-obatan farmasi. Perbedaan utama antara pengobatan masuk angin di berbagai negara Asia Tenggara terletak pada bahan-bahan dan metode yang digunakan, yang dipengaruhi oleh budaya dan sumber daya alam setempat.
  • Meskipun terdapat perbedaan dalam nama dan cara pengobatan, konsep "masuk angin" di Asia Tenggara memiliki kesamaan dalam hal keyakinan bahwa kondisi ini disebabkan oleh gangguan keseimbangan energi dalam tubuh dan dapat diobati dengan cara-cara tradisional yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Masuk Angin dalam Kacamata Medis

  • Dalam dunia medis modern, "masuk angin" tidak diakui sebagai penyakit spesifik. Dokter cenderung menganggapnya sebagai kumpulan gejala yang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi medis, seperti infeksi virus, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), atau gangguan pencernaan. Oleh karena itu, dokter biasanya akan fokus pada diagnosis dan pengobatan penyebab utama gejala tersebut, bukan pada "masuk angin" itu sendiri.
  • Meskipun demikian, dokter mengakui bahwa pengobatan tradisional yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi "masuk angin" dapat memberikan efek plasebo dan membantu meredakan gejala secara sementara. Beberapa metode pengobatan seperti kerokan dan pijat juga dapat membantu melancarkan peredaran darah dan mengurangi ketegangan otot, sehingga dapat memberikan rasa nyaman bagi penderita.
  • Penting untuk diingat bahwa jika gejala yang dikaitkan dengan "masuk angin" berlangsung lama atau memburuk, sebaiknya kamu berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat. Pengobatan tradisional dapat menjadi pelengkap, tetapi tidak boleh menggantikan diagnosis dan pengobatan medis yang tepat.
Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|