Bulan Suro Apakah Boleh Lamaran? Simak Penjelasan dan Ketahui Larangannya

7 hours ago 1

Liputan6.com, Jakarta Bulan Suro sering dianggap sebagai bulan penuh makna dalam budaya Jawa, sehingga banyak tradisi dan keyakinan yang melekat padanya. Tak heran jika muncul pertanyaan, bulan Suro apakah boleh lamaran, terutama bagi pasangan yang sedang merencanakan hari penting dalam hidup mereka.

Sebagian orang memilih menunda acara lamaran di bulan ini karena menganggapnya kurang baik untuk kegiatan meriah. Namun jika ditinjau dari sudut pandang agama, tidak ada larangan yang menyatakan bulan Suro apakah boleh lamaran atau tidak—selama niatnya baik dan dilakukan dengan penuh kesungguhan.

Pada akhirnya, keputusan untuk melamar di bulan Suro sangat bergantung pada pandangan pribadi dan kesepakatan keluarga. Jika semua pihak merasa tenang dan yakin, maka bulan Suro apakah boleh lamaran bisa dijawab dengan yakin: tentu saja boleh, selama dilakukan dengan niat yang tulus dan penuh pertimbangan.

Berikut Liputan6.com merangkum dari berbagai sumber tentang apakah bulan suro boleh lamaran dan tradisi di bulan suro, Kamis (26/6/2025).

Suro merupakan bulan yang dikeramatkan oleh orang Jawa.

Lamaran di Bulan Suro

Mengutip kajian yang dipublikasikan di situs E-Journal Ibrahimy dijelaskan, di antara beberapa tahapan menuju pernikahan salah satunya adalah tahapan khithbah atau melamar. Khithbah sendiri adalah salah satu cara untuk menunjukkan i’tikad baik laki-laki untuk menikahi perempuan tertentu, sekaligus memberitahukan hal yang sama kepada wali si perempuan.

Keinginan itu bisa disampaikan langsung oleh pihak laki-laki atau dapat pula melalui wakilnya. Jika niat baik tersebut diterima, berarti tahapan-tahapan lain menuju pernikahan bisa dilanjutkan, namun jika tidak, maka tahapan pernikahan biasanya dihentikan sampai proses itu.

Hikmah dari khithbah adalah memberi kesempatan untuk mengenal lebih jauh antara kedua belah pihak, diantaranya untuk saling mengetahui perangai, tabiat, dan adat kebiasaan masing-masing, dengan tetap memperhatikan batasan-batasan yang dibolehkan syariat.

Lamaran merupakan salah satu tahapan penting dalam rangkaian acara pernikahan. Mengutip kajian berjudul Tradisi Pantangan Menikah Bulan Suro di Lenteng Sumenep Madura yang dipublikasikan di situs STISA Pamekasan dijelaskan dalam tradisi Jawa, tentunya sudah tidak asing lagi bahwa adat Jawa memiliki tradisi keyakinan terhadap waktu, yaitu berupa hari dan bulan, yang berkaitan dengan penyelenggaraan pernikahan.

Salah satunya adalah bulan Suro dalam kalender Hijriah, yang diyakini oleh masyarakat sebagai waktu yang tidak diperbolehkan untuk menyelenggarakan hajatan, termasuk hajatan pernikahan.

Masyarakat adat Jawa meyakini bahwa dengan menyelenggarakan pernikahan di bulan Suro merupakan hari pembawa naas atau sial. Larangan menikah di bulan Suro adalah suatu larangan yang sampai saat ini masih ada dan dihargai oleh masyarakat setempat di daerah Jawa, sehingga aturan ini termasuk dalam norma atau aturan adat istiadat yang mengatur dalam kehidupan masyarakat.

Tradisi Suroan

Mengutip kajian yang dipublikasikan di INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research Volume 3 Nomor 2 Tahun 2023 dijelaskan tradisi (Bahasa Latin: tradition,"diteruskan") Tradisi adalah serangkaian praktik, kepercayaan, dan norma-norma yang diwariskan dari waktu ke waktu dalam suatu kelompok atau masyarakat. Tradisi mencakup beragam aspek kehidupan seperti agama, budaya, sosial, dan ritual.

Tradisi sering kali melibatkan cara-cara khusus dalam melakukan kegiatan, perayaan, atau upacara yang memiliki nilai dan makna penting dalam konteks budaya atau kelompok tertentu.

Menurut Anugerah (2012) masih dari sumber yang sama, tradisi sering kali menjadi bagian penting dalam mempertahankan identitas dan solidaritas suatu kelompok atau masyarakat. Mereka memainkan peran dalam memperkuat ikatan sosial antara individu-individu, mengajarkan nilai-nilai, norma-norma, dan pengetahuan yang diwariskan dari leluhur, dan memberikan kontinuitas budaya dari masa lalu ke masa sekarang. 

Tradisi Suroan merujuk pada serangkaian upacara atau kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Jawa dalam rangka memperingati bulan Suro. Tradisi ini memiliki nilai historis, budaya, dan religius yang kuat dalam kehidupan masyarakat Jawa. 

Bulan Suro memiliki makna penting dalam kehidupan masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa meyakini bahwa bulan Suro merupakan bulan yang sarat dengan nilai spiritual dan keberkahan. Beberapa masyarakat Jawa melaksanakan ritual dan upacara keagamaan khusus selama bulan Suro, seperti nyadran (ziarah ke makam leluhur), slametan (perjamuan berkat), atau doa bersama untuk memohon keberkahan dan perlindungan.

Pantangan dan Ritual Satu Suro

Mengutip buku berjudul 70 Tradisi Unik Suku Bangsa di Indonesia (2019) oleh Fitri Haryani Nasution dijelaskan salah satu tradisi unik dan bernuansa mistis di Indonesia yang sangat terkenal adalah malam satu Suro.

Ritual ini berasal dari Jawa Tengah. Kepercayaan masyarakat akan nuansa mistis dan gaib saat malam satu Suro menciptakan tradisi unik, yaitu sebuah festival yang diadakan pada malam satu Suro yang berbeda dengan festival lainnya di dunia. Prosesi uang dilakukan saat malam satu Suro di setiap daerah berbeda-beda.

Malam satu Suro dianggap sebagai lebaran dari makhluk gaib, karena dipercaya makhluk gaib akan keluar dari persinggahannya di malam satu Suro. Kepercayaan ini juga dihubungkan dengan penampakan juga gangguan makhluk halus yang kerap terjadi di malam satu Suro. Ada juga yang mempercayai bahwa jika di malam satu Suro diadakan ritual maka musibah dan bencana dapat ditolak sehingga ritual saat malam satu Suro juga disebut dengan ruwatan untuk buah sial.

Mengutip kajian yang dipublikasikan di INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research Volume 3 Nomor 2 Tahun 2023, Upacara Satu Suro merupakan tradisi yang dirayakan setiap tahun pada bulan Muharram dalam penanggalan Jawa.

Bulan Muharram sendiri memiliki makna penting bagi umat Muslim, karena merupakan bulan pertama dalam penanggalan Hijriyah dan juga merupakan bulan di mana peristiwa-peristiwa sejarah seperti Hijrah (hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah) dan Perang Karbala terjadi.

Beberapa larangan di bulan Suro yakni :

1. Larangan menikah

Masyarakat Jawa percaya menikah pada bulan Suro akan membawa sial dan konflik dalam rumah tangga.

2. Larangan khitan (sunat)

Di beberapa daerah Jawa, khitan pada bulan Suro dihindari karena diyakini memperburuk kesehatan anak atau mengundang kesialan

3. Larangan pindah rumah / boyongan

Perpindahan tempat tinggal selama Suro dihindari karena masyarakat percaya perubahan lingkungan mendatangkan gelisah atau energi negatif.

4. Larangan bangun rumah

Pembangunan rumah baru di bulan Suro dianggap mengganggu energi suci bulan tersebut. 

5. Larangan tujuh bulanan / tingkeban

Tradisi tujuh bulanan dianggap rentan jika dilaksanakan saat bulan Suro. 

6. Larangan bepergian jauh

Masyarakat percaya perjalanan jauh saat Suro meningkatkan risiko kecelakaan dan gangguan halus. Larangan di bulan Suro ini terkait dengan mitos Satu Suro malam awal tahun Jawa.

7. Larangan melakukan hajatan umum (pesta/gotong royong besar)

Hajatan seperti sunatan massal, selamatan desa, atau hiburan seni dihindari dalam Suro karena diyakini mengganggu keberkahan dan memancing marabahaya.

Q & A

Benarkah bulan Suro dianggap kurang baik untuk acara lamaran?

Dalam budaya Jawa, bulan Suro dianggap sebagai bulan yang sakral dan penuh makna spiritual. Banyak yang menghindari mengadakan acara seperti lamaran karena diyakini kurang membawa keberuntungan. Namun, ini lebih kepada kepercayaan adat, bukan larangan mutlak.

Dari sudut pandang agama, bulan Suro apakah boleh lamaran?

Secara agama, tidak ada larangan yang mengatur atau melarang lamaran di bulan Suro. Selama niatnya baik, dilakukan dengan cara yang sopan, dan tidak melanggar syariat, lamaran tetap diperbolehkan kapan saja, termasuk di bulan Suro.

Apakah semua keluarga Jawa melarang lamaran di bulan Suro?

Tidak semua keluarga menganut larangan tersebut. Ada yang sangat memegang teguh tradisi, namun ada juga yang lebih fleksibel dan mengutamakan kenyamanan serta kesiapan kedua belah pihak.

Bagaimana jika tetap ingin melamar di bulan Suro tapi tetap menghormati adat?

Jika ingin tetap melamar di bulan Suro namun tetap menghormati adat, bisa dilakukan dengan cara sederhana, tanpa prosesi besar, dan memilih hari baik menurut keluarga atau tokoh adat setempat. Yang terpenting adalah menjaga niat baik dan menghargai pandangan bersama.

Jadi, bulan Suro apakah boleh lamaran?

Boleh, jika dilihat dari sudut pandang agama dan hukum. Namun, pertimbangan budaya dan keluarga tetap penting. Sebaiknya diskusikan secara terbuka dengan keluarga kedua belah pihak agar tercapai kesepakatan yang nyaman dan penuh restu.

Read Entire Article
Hasil Tangan | Tenaga Kerja | Perikanan | Berita Kumba|