Liputan6.com, Jakarta Dalam tradisi arsitektur Jawa, orientasi bangunan bukanlah hal yang dilakukan secara sembarangan. Salah satu ciri khas yang mencolok adalah rumah-rumah tradisional Jawa yang hampir selalu menghadap ke selatan. Fenomena ini bukan sekadar soal arah mata angin atau teknis pencahayaan, melainkan berakar dari filosofi dan nilai-nilai budaya yang telah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat Jawa selama berabad-abad.
Arah selatan dalam kepercayaan Jawa memiliki makna simbolik yang dalam. Bukan hanya dianggap sebagai arah kehormatan, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan alam semesta. Di balik penempatan arah ini, tersimpan pandangan kosmologis dan spiritual yang mencerminkan harmoni antara manusia, lingkungan, dan kekuatan gaib yang dipercaya memengaruhi keseimbangan hidup. Artikel ini akan mengulas lebih jauh filosofi di balik keputusan arsitektural tersebut.
1. Orientasi Kosmologi: Utara–Selatan sebagai Sumbu Kosmik
Menurut Theodorus A.B.N.S. Kusuma dan Andry Hikari Damai dalam penelitiannya berjudul “Rumah Tradisional Jawa dalam Tinjauan Kosmologi, Estetika, dan Simbolisme Budaya” yang dipublikasikan di jurnal Kindai Etam (2020), rumah tradisional Jawa dibangun mengikuti sumbu utara–selatan sebagai bentuk harmonisasi manusia dengan alam dan kekuatan spiritual. Arah selatan dipercaya berhubungan erat dengan laut sebagai simbol kesuburan dan spiritualitas, sedangkan utara dikaitkan dengan gunung dan roh leluhur.
Penataan ruang dalam rumah seperti pendhapa, pringgitan, hingga senthong tengah diatur linier dari selatan ke utara. Ini menggambarkan relasi spiritual manusia terhadap jagad besar (makrokosmos) dan menjadi bentuk ekspresi arsitektural dari falsafah keseimbangan kosmik dalam budaya Jawa.
2. Simbolisme Sakral dan Profan dalam Ruang
Dalam penelitian berjudul “Nilai Kearifan Lokal Rumah Tradisional Jawa” yang dimuat dalam jurnal Humaniora edisi Oktober 2012, dijelaskan bahwa orientasi bangunan Jawa berkaitan erat dengan pemisahan dunia sakral dan dunia profan. Ruang bagian dalam (senthong) menjadi pusat sakral yang biasanya digunakan untuk menyimpan pusaka, patung Dewi Sri, atau altar leluhur.
Arah hadap selatan memudahkan pembagian ruang ke dalam tiga zona filosofis: njeron (dalam/sakral), njobo (luar/profan), dan antara. Hal ini memperkuat simbolisme spiritual rumah dan memastikan bahwa bangunan tidak hanya sekadar tempat tinggal, tetapi juga ruang reflektif dan religius yang terintegrasi dengan arah kosmos.
.
3. Hierarki Spiritual dan Estetika Ruang
Menurut Slamet Subiantoro dalam makalahnya berjudul “Rumah Tradisional Joglo dalam Estetika Tradisi Jawa” (Universitas Negeri Malang, 2012), tata letak rumah joglo menunjukkan hierarki spiritual melalui arah hadap dan struktur ruangan. Ruang depan (pendhapa) bersifat terbuka dan publik, sementara ruang belakang (dalem dan senthong) lebih privat dan sakral.
Orientasi utara–selatan ini menciptakan penanda simbolis bagi perjalanan spiritual dari dunia luar menuju kedalaman batin. Arah selatan sebagai pintu masuk memungkinkan proses ini terjadi secara linear—seolah mengajak penghuni dan tamu untuk mengalami transformasi spiritual dari profan ke sakral.
4. Pengaruh Alam dan Entitas Gaib
Walaupun tidak selalu dijelaskan dalam bentuk tekstual akademik yang eksplisit, Kusuma dan Damai (2020) juga menyebut bahwa masyarakat Jawa secara turun-temurun mengaitkan arah selatan dengan Ratu Kidul, penguasa Laut Selatan. Kepercayaan ini kemudian diakomodasi dalam struktur dan orientasi rumah, sebagai bentuk penghormatan terhadap kekuatan laut dan elemen air.
Arah hadap rumah ke selatan juga diartikan sebagai sikap terbuka terhadap energi kesuburan, perlindungan, dan keseimbangan spiritual. Ini memperkuat posisi rumah tradisional Jawa sebagai tempat yang menyatukan unsur natural, supranatural, dan manusiawi secara harmonis.
5. Penyimbolan Status Sosial dan Kultural
Dalam jurnal Humaniora (2012), dijelaskan pula bahwa hanya kalangan bangsawan atau keluarga dengan status tinggi yang membangun rumah joglo lengkap dengan orientasi yang simetris terhadap arah kosmos. Arah hadap selatan menjadi simbol kerendahan hati dan keterikatan dengan alam spiritual, sementara kalangan keraton kadang memilih orientasi timur-barat sebagai simbol kebangsawanan.
Dengan demikian, orientasi rumah bukan hanya persoalan teknis atau kepercayaan spiritual, tetapi juga merupakan ekspresi dari struktur sosial dan status budaya dalam masyarakat Jawa. Hal ini tercermin dalam keteraturan ruang, bentuk bangunan, dan arah hadap yang dipertahankan secara turun-temurun.
Pertanyaan Umum Seputar Topik
1. Mengapa rumah tradisional Jawa sering menghadap selatan?
Karena arah selatan dianggap sakral dan berhubungan dengan keseimbangan kosmis serta penghormatan kepada Ratu Kidul. Ini juga sejalan dengan prinsip spiritual dan tradisi kosmologi Jawa.
2. Apakah ada alasan fungsional selain filosofi?
Ya, rumah menghadap selatan menghindari panas berlebih dari matahari pagi dan sore, membuat rumah terasa lebih sejuk. Ini merupakan bentuk arsitektur pasif yang sesuai dengan iklim tropis.
3. Apakah semua rumah di Jawa harus menghadap selatan?
Tidak semua, tetapi arah selatan dan utara adalah yang paling dianjurkan dalam tradisi. Arah timur–barat biasanya hanya digunakan oleh kalangan bangsawan.
4. Apakah kepercayaan terhadap arah selatan masih relevan sekarang?
Masih relevan di kalangan masyarakat tradisional dan pelestari budaya. Namun, banyak rumah modern kini lebih menyesuaikan dengan aspek fungsional dan desain arsitektural.
5. Apakah ini hanya berlaku di Jawa?
Ya, filosofi arah selatan khas budaya Jawa dan tidak ditemukan dalam bentuk yang sama di daerah lain. Namun, beberapa budaya lokal lain di Indonesia juga punya aturan orientasi rumah sendiri.