Liputan6.com, Jakarta Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia yang berdiri atas inisiatif para ulama pesantren dalam menghadapi tantangan zaman dan kolonialisme. NU tidak hanya tampil sebagai lembaga keagamaan, tetapi juga sebagai gerakan sosial dan kultural yang menjaga tradisi Islam Ahlussunnah wal Jama’ah serta memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan. Di balik pendiriannya, ada peran besar para pendiri NU yang memiliki visi tajam terhadap masa depan umat dan bangsa.
Para pendiri NU bukan sekadar ahli ilmu agama, tetapi juga pemimpin umat yang mampu membaca dinamika sosial-politik saat itu. Mereka merancang NU sebagai wadah yang mampu menyatukan ulama dan umat dalam memperkuat akidah dan memperjuangkan kemerdekaan. Dalam buku Islam Nusantara: Dari Ushul Fiqh hingga Konsep Kebangsaan karya Ahmad Sahal dan Munawir Aziz, dijelaskan bahwa NU adalah manifestasi Islam rahmatan lil alamin yang berpijak pada budaya lokal dan prinsip keadilan sosial.
Sedangkan dalam buku Sejarah dan Perkembangan Nahdlatul Ulama karya Ahmad Athoillah dijelaskan bahwa NU lahir dari kecemasan para ulama terhadap arus pembaruan Islam yang cenderung menafikan tradisi. Organisasi ini menjadi sarana para ulama menjaga warisan ilmu para salaf, sembari membentuk sistem perjuangan yang mandiri dan terorganisir. Lewat kisah hidup dan perjuangan para pendirinya, NU mewariskan semangat keikhlasan, keteguhan, dan kebangsaan yang tetap relevan hingga kini.
Berikut ini Liputan6.com ulas selengkapnya, Rabu (9/7/2025).
Ribuan warga Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Demak, Jawa Tengah menggelar istighosah dan doa bersama di Jalan Pantura.
1. KH. Zainul Arifin
KH. Zainul Arifin merupakan salah satu tokoh penting dalam jajaran pendiri Nahdlatul Ulama yang membawa semangat dakwah Islam melalui pendekatan sosial dan budaya. Lahir di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatra Utara pada 2 September 1909, beliau tumbuh dalam lingkungan multikultural yang membentuk kepribadiannya menjadi terbuka, komunikatif, dan inklusif. Sejak usia muda, KH. Zainul Arifin sudah menunjukkan minat besar terhadap kesenian, khususnya musik melayu dan pertunjukan sandiwara. Ia tidak hanya menjadi penikmat, tetapi juga pelaku aktif dalam seni pertunjukan yang saat itu menjadi sarana dakwah kultural di tengah masyarakat.
Perjalanan hidupnya kemudian berlanjut ke dunia politik dan kemasyarakatan. Sebagai representasi tokoh NU dari luar Jawa, ia menjadi simbol keterbukaan NU sebagai organisasi inklusif dan nasionalis. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri dan memiliki peran besar dalam memadukan nilai-nilai keislaman dengan kehidupan kenegaraan. Keteladanan KH. Zainul Arifin terletak pada kesungguhannya membuktikan bahwa dakwah Islam dapat disampaikan melalui pendekatan seni, budaya, dan kebijakan politik yang berpihak kepada umat.
2. KH. M. Hasyim Asy’ari
KH Hasyim Asy'ari adalah tokoh sentral dan pemimpin tertinggi pertama NU dengan jabatan Rais Akbar. Sebagai tokoh yang memiliki ilmu mendalam dan kharisma yang kuat, ia memiliki peran krusial dalam mengorganisasi dan mengambil keputusan penting terkait arah organisasi.
Selain itu, KH Hasyim Asy'ari juga dikenal karena perannya dalam mengeluarkan Resolusi Jihad pada masa perjuangan kemerdekaan. Resolusi ini membakar semangat para santri dan masyarakat untuk melawan penjajah dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Pengaruh dan kepemimpinan KH Hasyim Asy'ari sangatlah besar dalam sejarah NU. Ia tidak hanya menjadi figur sentral dalam pendirian NU, tetapi juga menjadi inspirasi bagi generasi-generasi penerus NU dalam mengembangkan organisasi dan berkontribusi bagi bangsa dan negara.
3. KH. Abdul Wahid Hasyim
KH. Abdul Wahid Hasyim merupakan tokoh NU yang merepresentasikan generasi pembaru di lingkungan pesantren. Lahir sebagai anak dari KH. Hasyim Asy’ari, beliau tumbuh dalam tradisi keilmuan yang kuat, namun memiliki pandangan yang terbuka terhadap integrasi ilmu umum dan ilmu agama. Ia menempuh pendidikan Islam baik di dalam negeri maupun ke Timur Tengah, dan pulang dengan semangat pembaruan dalam sistem pendidikan pesantren.
Beliau mencetuskan ide pengajaran bahasa asing, ilmu matematika, sejarah, dan geografi dalam kurikulum pesantren, sebuah langkah besar pada zamannya. KH. Wahid juga menjadi tokoh nasional yang ikut serta dalam penyusunan dasar negara dan sempat menjabat sebagai Menteri Agama RI. Ia dikenal sebagai pemersatu nilai-nilai keislaman dan kebangsaan, serta ayah dari Gus Dur. Sosoknya menjembatani generasi lama dan baru, serta menjadi contoh ulama yang visioner dan nasionalis sejati.
4. KH. Idham Chalid
KH. Idham Chalid adalah sosok pendiri NU yang berhasil mengukir sejarah baik dalam bidang keagamaan maupun kenegaraan. Lahir di Kalimantan Selatan, ia tumbuh sebagai santri yang cerdas dan memiliki daya tarik kepemimpinan alami. Ia termasuk tokoh NU yang mampu menavigasi perjalanan politik nasional, dan menjadi Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Djuanda serta Kabinet Ali Sastroamidjojo II.
Lebih jauh lagi, ia pernah menjabat sebagai Ketua DPR dan Ketua MPR, serta menjadi salah satu tokoh NU yang konsisten memperjuangkan Islam yang damai, toleran, dan berpihak kepada rakyat kecil. KH. Idham Chalid membuktikan bahwa peran ulama tidak hanya terbatas di pesantren, tapi juga di tengah panggung politik nasional. Ia menjunjung tinggi prinsip "hubbul wathan minal iman" (cinta tanah air bagian dari iman), menjadikan NU sebagai kekuatan kultural sekaligus sosial-politik yang disegani.
5. KH. Zainal Mustofa
KH. Zainal Mustofa merupakan figur ulama pejuang dari Tasikmalaya yang sangat berpengaruh dalam masa pendudukan Jepang. Lahir tahun 1899 di Singaparna, beliau dikenal sebagai pendiri pesantren dan sekaligus tokoh yang tak gentar menentang penjajahan. Perlawanan KH. Zainal Mustofa terhadap Jepang bukan semata karena politik, tapi karena mempertahankan martabat dan nilai-nilai Islam dari penjajahan kafir yang memaksa umat Islam tunduk pada kekuasaan asing.
Ia memimpin pemberontakan besar di Singaparna, yang membuatnya ditangkap, disiksa, dan akhirnya dihukum mati oleh Jepang. Keberanian dan pengorbanannya menjadikan beliau sebagai syuhada dan pahlawan lokal yang diabadikan dalam berbagai catatan sejarah perjuangan bangsa. Dalam konteks NU, KH. Zainal Mustofa adalah simbol ketegasan ulama yang tidak hanya mendidik umat, tetapi juga rela berjuang demi kemerdekaan agama dan negara.
6. KH. As’ad Syamsul Arifin
KH. As’ad Syamsul Arifin dikenal sebagai tokoh NU dari kawasan tapal kuda, tepatnya di Situbondo, Jawa Timur. Ia mengasuh Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo yang menjadi pusat pendidikan Islam yang sangat berpengaruh di wilayah timur Pulau Jawa. Selain dikenal sebagai pendidik ulung, KH. As’ad juga aktif dalam perlawanan terhadap penjajah, khususnya dalam membina kader-kader pejuang dari kalangan santri.
Peran strategisnya dalam konsolidasi NU wilayah Jawa Timur menjadikannya sebagai tokoh yang sangat berpengaruh. Beliau adalah sosok yang mampu menjembatani kepentingan lokal dan nasional, serta menyatukan kekuatan umat dalam kerangka persatuan. Hingga kini, pesantrennya tetap aktif mencetak ulama dan pemimpin NU yang berwawasan luas dan berpijak pada nilai-nilai tradisi.
7. KH. Abdul Wahab Chasbullah
KH Wahab Chasbullah dikenal sebagai penggerak utama roda organisasi NU. Sebelum NU berdiri, beliau telah aktif dalam berbagai organisasi pergerakan, menunjukkan komitmennya terhadap perjuangan umat dan bangsa.
Kedalaman ilmunya dan kemampuannya berinteraksi dengan berbagai kalangan membuat KH Wahab Chasbullah menjadi sosok yang sangat berpengaruh. Ia mampu menjembatani perbedaan pendapat dan merangkul berbagai elemen masyarakat untuk bersama-sama membangun NU.
Peran KH Wahab Chasbullah sangat penting dalam membesarkan NU. Ia tidak hanya menjadi motor penggerak organisasi, tetapi juga menjadi sosok yang mampu menjaga soliditas dan persatuan di dalam NU.
8. KH. Masykur
KH. Masykur adalah ulama NU yang terlibat langsung dalam proses perumusan dasar negara Indonesia. Sebagai anggota BPUPKI, beliau memperjuangkan agar Pancasila mencerminkan nilai-nilai luhur agama dan toleransi. Ia juga berperan aktif dalam memimpin Barisan Sabilillah, sebuah organisasi perjuangan Islam bersenjata yang berperan dalam pertempuran heroik 10 November 1945 di Surabaya.
KH. Masykur menunjukkan bahwa peran ulama tidak terbatas pada mimbar, tetapi juga pada medan pertempuran dan forum kenegaraan. Ia turut mendirikan Partai Politik Islam dan menjadi jembatan antara aspirasi umat Islam dengan semangat kebangsaan. Sosoknya menjadi inspirasi bagi santri yang ingin berperan dalam menjaga bangsa dan negara melalui jalur intelektual, spiritual, dan sosial-politik.
9. KH. Syam’un
KH. Syam’un adalah tokoh pendiri NU dari Banten yang memiliki kiprah luar biasa dalam bidang pendidikan dan dakwah. Dikenal sebagai pribadi yang alim dan menguasai tiga bahasa asing sejak muda, beliau mendirikan sekolah agama dan aktif membina umat di wilayah Serang dan sekitarnya. Kiprahnya di NU sebagai pengurus wilayah menjadi pondasi penting bagi berkembangnya dakwah Ahlussunnah wal Jama’ah di tanah Banten.
Di masa penjajahan, KH. Syam’un juga tidak tinggal diam. Ia aktif menggerakkan umat melawan kolonialisme, baik melalui pendidikan maupun pergerakan sosial. Sosoknya menjadi cermin ulama pesantren yang tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga nilai-nilai perjuangan, cinta tanah air, dan pengabdian tanpa pamrih.
QnA Seputar Pendiri NU
Q: Apakah pendiri NU hanya berperan di bidang agama saja?
A: Tidak. Sebagian besar pendiri NU juga aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, politik kebangsaan, pendidikan umum, serta gerakan sosial ekonomi. Contohnya KH. Idham Chalid yang pernah menjadi Ketua DPR/MPR, KH. Masykur sebagai anggota BPUPKI, dan KH. Zainul Arifin yang menjabat Wakil Perdana Menteri.
Q: Apa kontribusi NU melalui tokoh-tokohnya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia?
A: Banyak tokoh NU ikut menggerakkan rakyat melawan penjajah, seperti KH. Zainal Mustofa yang gugur melawan Jepang, KH. As’ad Syamsul Arifin yang mendukung resolusi jihad, serta KH. Masykur yang memimpin Barisan Sabilillah dalam Pertempuran 10 November 1945. NU juga aktif mendorong fatwa jihad demi mempertahankan Tanah Air.
Q: Bagaimana warisan perjuangan para pendiri NU dirasakan hingga kini?
A: Warisan perjuangan mereka masih hidup dalam ajaran moderasi Islam, pendidikan pesantren, peran sosial NU dalam masyarakat, serta keberpihakan NU pada keutuhan NKRI. Banyak lembaga pendidikan, fatwa keagamaan, dan kegiatan sosial NU yang berakar dari prinsip-prinsip yang dibangun oleh para pendiri tersebut.
Q: Apakah semua pendiri NU berasal dari Jawa?
A: Tidak. Meski mayoritas berasal dari Jawa, beberapa tokoh pendiri NU berasal dari luar Jawa, seperti KH. Zainul Arifin dari Sumatra Utara dan KH. Syam’un dari Banten. Ini menunjukkan bahwa NU sejak awal merupakan organisasi inklusif yang menjangkau seluruh wilayah Nusantara.
Q: Apa kontribusi KH. Abdul Wahid Hasyim bagi NU dan bangsa Indonesia?
A: KH. Abdul Wahid Hasyim adalah tokoh pembaru pendidikan pesantren dengan memasukkan pelajaran umum ke dalam kurikulum agama. Ia juga menjadi Menteri Agama RI pertama yang berasal dari lingkungan pesantren, serta anggota BPUPKI yang aktif merumuskan dasar negara. Beliau adalah jembatan antara nilai keislaman dan kebangsaan yang terus dikenang.