1. Menghitung Hari Ke-3
Dalam adat Jawa, selamatan hari ke-3 dikenal dengan sebutan nelung dina. Upacara ini dilakukan untuk menyempurnakan unsur nafsu yang terdapat dalam jasad manusia, yaitu air, angin, api, dan tanah. Perhitungannya dilakukan berdasarkan hari ketiga dan pasaran ketiga dari hari wafat.
Misalnya, jika seseorang meninggal pada Kamis Legi, maka perhitungan nelung dina jatuh pada Sabtu Kliwon. Selamatan ini diyakini sebagai wujud penghormatan awal terhadap ruh dan jasad yang ditinggalkan.
2. Menghitung Hari Ke-7
Selamatan hari ke-7 disebut metung dina, dan tujuannya adalah untuk menyempurnakan bagian luar jasad seperti kulit dan rambut. Tradisi ini dilakukan tepat tujuh hari sejak hari wafat, termasuk hari meninggal sebagai hari pertama.
Jadi, jika seseorang meninggal pada Sabtu Pahing, maka hari ke-7 jatuh pada Kamis Pahing atau malam Jumat. Momentum ini juga digunakan untuk mendoakan agar ruh diberi ketenangan dan dihindarkan dari siksa kubur.
3. Menghitung Hari Ke-40
Selamatan hari ke-40 dalam tradisi Jawa disebut matangpuluh dina. Tujuan dari peringatan ini adalah menyempurnakan anggota tubuh yang merupakan titipan dari kedua orang tua.
Penghitungannya dilakukan dengan mengambil satu siklus pasaran selama satu bulan, ditambah tiga hari. Misalnya, bila hari meninggal adalah Sabtu Pahing, maka selamatan matangpuluh dina jatuh pada Selasa Wage atau malam Rabu. Tradisi ini menunjukkan bahwa perjalanan ruh telah mencapai fase penguatan.
4. Menghitung Hari Ke-100
Tahapan selanjutnya adalah nyetatus dina, yakni selamatan hari ke-100. Ini adalah salah satu selamatan paling besar setelah 40 hari. Penghitungan dilakukan selama tiga bulan sejak hari meninggal, kemudian ditambahkan sepuluh hari.
Tujuannya adalah untuk menyempurnakan seluruh bentuk fisik jasad, sekaligus menjadi pengingat bahwa ruh telah menjalani perjalanan panjang di alam kubur. Acara ini biasanya melibatkan keluarga besar dan masyarakat sekitar untuk mempererat hubungan sosial.
5. Menghitung 1 Tahunnya
Selamatan satu tahun dikenal dengan istilah pendhak siji. Dalam pengamalannya, pendhak siji dimaksudkan untuk menyempurnakan kulit, daging, dan isi tubuh secara spiritual.
Perhitungannya menggunakan rumus patsarpa, yaitu hari keempat dan pasaran keempat setelah hari wafat. Jadi, misalnya seseorang meninggal di bulan Sura, maka selamatan pendhak siji dilaksanakan tepat satu tahun berikutnya di bulan Sura, dengan mencocokkan kembali hari dan pasaran kematiannya.
6. Menghitung 2 Tahunnya
Selamatan dua tahun atau pendhak loro dilaksanakan sebagai bentuk penyempurnaan seluruh anggota badan kecuali tulang. Perhitungannya dilakukan dengan rumus rosarpat, yaitu hari pertama dan pasaran ketiga dari hari meninggal.
Satu tahun dalam penanggalan Jawa adalah 354 hari, sehingga dua tahun dihitung selama 708 hari. Pada hari itulah, keluarga kembali melaksanakan doa bersama untuk menyempurnakan penghormatan terakhir secara adat kepada orang yang telah meninggal.
7. Menghitung 1000 Hariannya
1000 harian orang meninggal, atau dikenal sebagai nyewu, adalah selamatan terakhir dalam rangkaian tradisi kematian masyarakat Jawa. Perhitungannya dilakukan sejak hari wafat, dengan menambahkan 1000 hari ke depan. Karena kalender Jawa bersifat lunar seperti Hijriah, 1000 hari kurang lebih setara dengan 2 tahun 9 bulan 10 hari.
Biasanya keluarga menggunakan tabel hitungan orang meninggal untuk mencocokkan hari dan pasaran kematian, kemudian melihat padanan hari ke-1000. Misalnya, jika seseorang meninggal pada Senin Pon, maka hari ke-1000 menurut tabel akan jatuh pada Rabu Wage.
Selamatan nyewu dipercaya sebagai puncak masa transisi ruh menuju alam baka. Dalam kepercayaan Jawa, setelah 1000 hari, ruh dianggap telah mencapai ketenangan sepenuhnya.
Oleh karena itu, acara ini umumnya diadakan lebih besar dari selamatan lainnya sebagai bentuk penghormatan dan doa terakhir dari keluarga. Perhitungan yang tepat diyakini membawa keberkahan, baik bagi almarhum maupun keluarga yang ditinggalkan.